Bukan hanya mantan yang dapat membuat kangen. Ternyata makanan dan minuman pun bisa menumbuhkan rasa kangen pada momen tertentu yang pernah terjadi. Salah satu minuman yang menumbuhkan rasa kangen saya adalah Dawet Jabung.
Seperti kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali minuman khas daerah yang mempunyai ciri khusus dan keunikan masing-masing. Seperti Dawet Ayu dari Banjarnegara, Es Selendang Mayang dari Jakarta, sementara Dawet Jabung merupakan minuman khas dari daerah Ponorogo, Jawa Timur.
Rasa manis dan segar Dawet Jabung mampu menarik banyak pelanggang untuk datang ke warung-warung dawet yang tersebar di Ponorogo dan daerah sekitarnya. Oh, ya selain enak, minuman ini juga mempunyai mitos tersendiri. Penasaran kan, nanti dibahas dibawah tentang mitosnya. Kita ngobrolin dulu tentang dawetnya dulu.
Dawet Jabung khas Ponorogo
Dinamakan Dawet Jabung karena minuman ini pertama kali muncul di desa Jabung, Mlarak, Ponorogo. Untuk mempermudah orang mengingat nama minuman ini, dinamakanlah dengan Dawet Jabung. Sampai saat ini di desa Jabung banyak sekali terdapat penjual dawet.
Sekilas Dawet Jabung tidak ada yang berbeda dengan dawet yang lain. Yang membedakan adalah bahan baku untuk membuat cendol dawet. Bahan utama membuat cendol berasal dari tepung pohon aren (pohon kolang-kaling) yang umurnya sudah puluhan tahun. Kenapa harus menggunakan pohon aren yang sudah tua? Karena pohon aren yang masih muda tidak ada tepungnya. Untuk itu dipilih pohon aren yang betul-betul sudah berumur.
Isi Dawet Jabung
Untuk isian dawet Jabung saja seperti dawet lainnya yaitu terdiri dari cendol yang terbuat dari tepung aren, juruh atau air gula dari gula kelapa, gempol, tape ketan, kuah santan. Ada beberapa pedagang yang menambahkan irisan nangka, sehingga menambah harum aroma dawet.
Penambahan gempol ke dalam dawet juga menjadi ciri khas minuman ini. Gempol sendiri terbuat dari tepung beras yang dikepal-kepal kemudian dikukus. Setelah matang tepung yang dikepal tadi diparut. Tepung parut tersebut kemudian dibentuk bulat-bulat kecil. Setelah jadi bulatan dikukus kembali. Jadi, gempol dikukus dua kali. Hal inilah yang membuat gempol empuk diluar dan agak kenyal didalam serta bentuknya pun tidak hancur saat berada di dalam dawet.
Dengan menambahkan es batu ke dalam dawet akan membuat minuman ini sangat sesuai diminum saat suasana panas karena mampu menyegarkan tenggorokkan.
Dawet Jabung Merekatkan Persahabatan dan Ngageni
Dulu saya pernah menempuh pendidikan di kota kecil ini selama beberapa tahun. Jaraknya dari rumah sekitar 25 kilometer. Sehingga, saya tidak kos alias selalu pulang ke rumah.
Meskipun tiap hari pulang ke rumah, adakalanya saya juga berkumpul dengan teman-teman di tempat kos teman. Nah, saat berkumpul biasanya kan disertai makan dan minuman. Tentu alasannya biar lebih asyik ngerumpinya.
Berhubung semua masih anak sekolah yang masih mengandalkan uang dari ortu yang jumlahnya tentu saja terbatas (waktu itu saya sudah kerja sambilan, jadi sudah menggunakan uang sendiri). Tentu saat membeli makanan dan minuman memilih yang terjangkau kantong. Dan, salah satu pilihannya adalah dawet Jabung. Karena minuman ini harganya murah. Dulu kalau tidak salah satu mangkok harganya sekitar Rp 1.500 - Rp 2.000;
Oh,ya di warung-warung Dawet Jabung biasanya juga tersedia berbagai gorengan. Tentu saja harganya juga sangat ramah di kantong. Maka, warung ini banyak disinggahi oleh para pelajar.
Meskipun masa-masa berkumpul dengan teman-teman di Ponorogo telah lama berlalu. Tetapi, terkadang ingat kembali saat sudah lama tidak menikmati minuman itu. Sehingga, kenangan yang dulu saat berkumpul bersama muncul kembali. Oh, dulu saya pernah beli di sana rasanya enak. Kemudian berfikir masih ada tidak ya penjualnya.
Tersimpan Mitos dalam Penyajian Jawet Jabung
Dalam penyajian dawet Jabung sama seperti dawet lainnya, yaitu dawet diletakkan di piring kecil, di mana bawahnya ada piring kecil atau lepek. Pemakaian piring kecil ini bertujuan supaya pembeli lebih mudah mengambil mangkok dawet.
Oh, ya saat penjual menyajikan dawet ke pembeli, jangan sekali-kali menerima dengan mengambil lepeknya. Apalagi, bagi kalian yang laki-laki. Karena, pasti akan terjadi tarik-menarik antara penjual dan pembeli untuk menarik lepeknya.
Jadi, saat penjual memberikan dawet yang kita pesan, kita cukup mengambil mangkoknya saja. Sementara, lepeknya akan diambil kembali oleh penjual. Hal ini berkaitan dengan mitos yang berkembang di daerah sana. Yaitu, jika penjual memberikan lepek pada pembeli berarti penjual siap dilamar oleh pemeganh lepek. Hayo, para lelaki berani mencoba tidak ini?
Namun, keberadaan mitos yang sudah beredar luas tentang penjual siap dilamar oleh pembeli yang menerima lepek itu dibantah oleh masyarakat di sana. Menurut mereka mitos tersebut hanya untuk menarik pelanggang saja. Jadi, entah benar atau tidak mitos tersebut, yang pasti kebanyakan penjual dawet Jabung memang cantik-cantik lho.
Nah, teman-teman itu tadi cerita receh tentang Manisnya Dawet Jabung, Merekatkan Persahabatan sekaligus Ngageni. Mungkin teman-teman suatu saat melewati daerah Ponorogo dan menjumpai penjual Dawet Jabung, bisa berhenti sebentar untuk menikmati kesegaran minuman ini.
Posting Komentar untuk "Manisnya Dawet Jabung, Merekatkan Persahabatan sekaligus Ngageni "