Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kenangan di Pasar Dolopo dari Pinjam Buku sampai Beli Es Campur

Kenangan di Pasar Dolopo dari Pinjam Buku sampai Beli Es Campur

Kenangan di Pasar Dolopo dari Pinjam Buku sampai Beli Es Campur - Dulu saat masih kecil, pergi ke pasar merupakan momen yang sangat di tunggu-tunggu. Karena jarak rumah ke pasar tradisional terdekat sekitar tiga kilometer. Jadi, tidak tiap hari ke pasar, paling kalau ada perlu beli apa, baru ke pasar.

Saya biasanya ke pasar bersama ibu. Saat malam diberitahu kalau besok ke pasar, malamnya saya sudah berpikir mau minta apa saja kalau ke pasar. Meskipun di rumah sudah diwanti-wanti tidak boleh minta ini dan itu. Tetapi, pada kenyataannya sampai di pasar hal itu tidak berlaku. Tetap saja saya minta banyak hal, beruntung ibu sabar sekali (peluk untuk ibu).

Seperti pada umumnya anak kecil, saya pastinya minta mainan. Dulu ada mainan bongkar pasang model baju dari kertas. Entah sekarang ada atau tidak. Nah, biasanya di tempat penjual mainan juga tersedia buku komik yang murah seperti siksa kubur atau komik murah lainnya. Saya juga minta komik sekalian.

Beranjak lebih besar, sekitar kelas lima atau enam sudah mulai berani naik sepeda jauh. Di hari minggu janjian pergi ke pasar bersama teman-teman. Masih sama yang dituju yaitu mainan model baju. Terkadang juga beli dawet yang ada di pasar.

Menginjak SMP, saya ke sekolah naik Angdes (angkutan pedesaan) karena jarak sekolah dari rumah sekitar 10 km. Jadi, memilih naik angdes, meskipun terkadang naik sepeda bersama teman-teman juga. Tetapi, teman terdekat yang naik sepeda jaraknya 3 km. Jadi, praktis saya sendirian sebelum bertemu teman saya tersebut.

Sekolah SMP saya dari pasar lumayan dekat sekitar 500 m. Sebenarnya letak SMP saya sebelum pasar. Tetapi, berhubung mangkalnya angdes ada di pasar. Jadi, kami yang naik angdes lebih memilih naik ke pangkalan karena kalau naik di depan SMP pasti tidak kebagian tempat. Dan, untuk kebagian tempat harus nunggu beberapa jam. Daripada nunggu mending jalan kaki ke pangkalan saja.

Nah, yang paling menyenangkan adalah pangkalan angdes ini ada di samping Pasar Dolopo. Saya yang dari dulu suka ke pasar dan saat SMP dekat pasar tentu tidak menyia-nyiakan untuk menjelajah pasar. Apalagi kalau sekolah pulang pagi. Pasti muter-muter di pasar dulu bersama teman-teman.

Ada satu kios yang sering saya datangi yaitu tempat persewaan dan penjualan buku bekas. Jadi, buku boleh dibeli atau disewa saja selama tiga hari. Bukan hanya buku, tetapi juga majalah-majalah bekas juga dipinjamkan. Dulu saya sering meminjam Anita Cemerlang, Aneka dan apa saya lupa. Saya lebih memilih meminjam karena dulu harga majalah tersebut bagi saya cukup mahal. Meskipun begitu beberapa bulan sekali saya juga menyempatkan membeli majalah baru.

Kios pesewaan buku tersebut dijaga oleh suami isteri usia lima puluhan. Kalau tidak salah suaminya seorang guru tapi sudah hampir pensiun. Jadi, yang sering di kios tersebut isterinya. Dua-duanya sangat baik dan kalem.

Selain buku, saya kalau masuk ke pasar terkadang juga melihat-lihat aksesoris, seperti jepitan rambut, pita, bros yang ada di pasar. Bentuknya yang unik dan lucu sering membuat saya tertarik untuk sekedar melihat di kios. Penjaga atau pemilik kios aksesoris tersebut biasanya bukan penduduk lokal, tetapi dari Madura (Bawean kalau tidak salah). Hal ini saya ketahui kalau mereka berbicara antar sesama pedagang itu menggunakan bahasa daerah mereka yang tidak saya mengerti. Yang saya heran dari dulu sampai sekarang bagaimana kok mereka yang jauh bisa berdagang di pasar tersebut.

Dan, ada satu tempat lagi yang juga sering saya datangi yaitu warung es campur di dalam pasar Dolopo bagian selatan. Es campurnya enak banget menurut saya. Kalau kesana biasanya sekalian makan heci (pia-pia) yang juga enak. Tetapi, seringnya sih es nya dibungkus, kemudian diminum sambil nunggu angkutan. Karena kalau jamnya anak sekolah pulang itu untuk naik angdes harus berebut. Beruntungnya di situ ada yang mengatur siapa yang harus naik duluan yaitu Pak Waras. Meskipun sering teriak-teriak tetapi orangnya sebenarnya baik hati dan tentu saja orangnya sehat seperti namanya.

Setelah lulus SMP, saya sangat jarang ke Pasar Dolopo karena arah SMA tidak melewati pasar tersebut. Tetapi, sampai sekarang pasarnya masih tetap ramai. Bahkan di dekat SMP saya ada juga pasar pagi, yaitu pasar yang buka nya malam hari untuk melayani para penjual sayur atau obrok. Pagi jam 7 atau 8, pedagang sudah tutup.

Sekarang kalau pergi ke pasar tradisional, saya suka cari jajanan getuk campur yang ada ongol-ongol, ketan hitam, lopis dan lainnya. Sementara untuk baju saya memilih membeli di toko yang harga pas saja. Karena jujur saya kalau menawar terlalu banyak itu sering sungkan. Maka, saya memilih belanja di toko yang harganya sudah pas saja.

Itu tadi kenangan Pasar Dolopo dari pinjam buku hingga minum es campur. Kalau teman-teman punya kenangan apa nih kalau ke pasar tradisional? Atau mugkin belum pernah menginjakan kaki di pasar tradisional. Kalau belum, sesekali masuklah ke pasar tradisional untuk melihat interaksi di pasar yang semakin sepi pembeli.

 

 

 

 

 

 



Posting Komentar untuk "Kenangan di Pasar Dolopo dari Pinjam Buku sampai Beli Es Campur"